CITRA TNI DI KALANGAN MAHASISWA

Tragedi Mei 1998 merupakan masa-masa kelam hubungan antara mahasiswa Indonesia dengan prajurit TNI. Mahasiswa yang pada saat itu tengah berjuang menggulingkan rezim orde baru Presiden Soeharto dihadang oleh prajurit TNI yang loyal terhadap pemerintah. TNI yang pada saat itu masih bernama ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) kerap melakukan kekerasan untuk membubarkan aksi-aksi perlawanan mahasiswa. Mahasiswa dianggap sebagai sekumpulan anak nakal pengganggu stabilitas dan keamanan negara yang harus diberantas. Saking represifnya aparat pada saat itu, mereka tidak segan-segan menembaki mahasiswa bahkan dengan peluru tajam. Hal ini membuat jatuhnya banyak korban jiwa di pihak mahasiswa. Dampak dari kejadian tersebut militer dijadikan sebagai musuh abadi mahasiswa karena dianggap sebagai alat penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya.

Kini kesan negatif TNI peninggalan  tragedi 1998  di mata mahasiswa sedikit demi sedikit mulai memudar. Mahasiswa menganggap TNI sebagai korban arogansi pemerintah mempertahankan kekuasaan karena TNI mempunyai sikap tunduk pada perintah atasan. “Jangan hanya karena tragedi berdarah 1998 kita jadi  lupa akan seluruh perjuangan TNI yang  begitu besar dalam terciptanya proklamasi. Sebuah negara tidak ada artinya jika tidak memiliki sistem pertahanan yang kuat, cerdas,terampil yang bisa dibanggakan oleh mahasiswa dan masyarakat. Namun jangan mencampur adukkan aturan politik suatu negara dengan aturan militer karena akan menyebabkan tidak berjalannya proses demokrasi sebab pada dasarnya aturan militer berjalan dengan “SISTEM KOMANDO” dimana bawahan akan menuruti apapun perintah yang diberikan atasannya. Ujar Sodo Brastyawan, mahasiswa fakultas hukum UPN “Veteran” Jakarta. “Seorang prajurit TNI hendaknya menggunakan otak, hati nurani, dan tanpa kekerasan saat sedang beradu argumen dengan mahasiswa agar peristiwa 1998 tidak kembali terjadi dan menjadikan TNI sebagai wadah bertukar pikiran dalam menyingkapi berbagai masalah yang terjadi di Indonesia”. Imbuh pria yang juga aktif d UKM Ju-Jitsu UPN tersebut.

“Bila dinilai secara selintas prajurit TNI terkesan memiliki peranggai yang kasar. Hal itu mungkin akibat dari pengaruh didikannya yang keras dan teratur. Namun jika kita sudah sudah kenal sama mereka ternyata prajurit TNI itu mempunyai hati yang baik. Selain itu prajurit TNI memiliki kedisiplinan yang tinggi, mempunyai semangat nasionalisme yang besar pada NKRI, serta loyalitasnya terhadap tugas yang diberikan negara tidak perlu di ragukan lagi”. Ujar Meldy, mahasiswa fakultas management tata hidangan STP Bandung.

Hal yang sama juga dirasakan Brevi Kalangi, mahasiswa periklanan UPN “Veteran” Jakarta. Citra TNI yang kaku dan kurang ramah terhadap mahasiswa sedikit demi sedikit mulai berubah dan mengalami kemajuan. Sikap TNI saat ini sudah semakin ramah dan mulai bersahabat dengan mahasiswa. Hal tersebut memang harus dilakukan oleh TNI mengingat dampak tragedi 1998 yang membuat TNI dianggap sebagai musuh mahasiswa.

Lain halnya dengan yang dirasakan Richi anggraeni, mahasiswi jurusan Matematika Universitas Negeri Jakarta. Menurutnya TNI merupakan antek pemerintah yang selalu membela kepentingan pemerintah bukan membela kepentingan rakyatnya. Akibatnya mahasiswa yang selalu merongrong kebijakan pemerintah karena dianggap sering merugikan rakyat kecil menganggap TNI sebagai musuh perjuangan rakyat. Seharusnya TNI selalu melindungi rakyat kecil dan berjuang dengan rakyat untuk membangun Indonesia yang lebih baik sebab pada dasarnya gaji TNI itu berasal dari pajak rakyat jadi sudah semestinya TNI membantu rakyat kecil menuntut pemerintah untuk memberikan kehidupan yang lebih baik.

Vicky Luisya, mahasiswi periklanan UPN “Veteran” Jakarta berpendapat “TNI itu terkadang suka kebut-kebutan dan seenaknya saja bila sedang mengendarai  kendaraan di jalanan umum karena mungkin menurut mereka polisi tidak akan berani menindak tegas perbuatan mereka apalagi jika aksi ngebut itu dilakukan sambil memakai pakaian dinas. Selain itu ada beberapa oknum TNI yang sikapnya genit bila berpapasan dengan wanita, mereka suka menggoda wanita secara berlebihan didepan umum sehingga membuat ketidak nyamanan dan ketakutan tersendiri bila seorang wanita berpapasan dengan tentara, padahal TNI itu tugasnya mengayomi, melindungi, serta memberikan kenyamanan semua warga negara bukannya malah menimbulkan paranoid tersendiri dikalangan perempuan.”

Banyak cara yang bisa dilakukan TNI untuk membangun citra positif mereka dimata mahasiswa Indonesia sehingga bisa terjalin hubungan yang harmonis antara TNI dengan mahasiswa. Seperti bekerja sama dengan mahasiswa mendirikan sekolah gratis bagi warga tidak mampu, mengadakan seminar tentang pengetahuan di bidang pertahanan, membentuk Unit Kegiatan Mahasiswa Resimen Mahasiswa (UKM MENWA) di kampus-kampus untuk menjaga stabilitas dan keamanan kampus, dan menerima program PKL (praktek kerja lapangan) mahasiwa secara berkesinambungan di instansinya.

Apa yang dilakukan oleh prajurit Marinir Cilandak mungkin bisa dijadikan contoh nyata untuk membangun citra TNI di mata mahasiswa. Sejak 2009 lalu, Marinir bekerjasama dengan UPN “Veteran” Jakarta melaksanakan acara “Pelatihan Kedisplinan” yang merupakan program PPK (pendidikan dan pengenalan kampus) UPN “Veteran” Jakarta. Kegitan ini mepunyai nilai simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan dimana mahasiswa diajarkan kedisplinan ala militer sedangkan Marinir bisa membangun citra positif di kalangan mahasiswa. Semakin sering TNI berinteraksi dalam hal-hal positif dengan mahasiswa maka citra TNI juga akan terbangun dengan baik serta bisa membuat membuat profesi sebagai anggota TNI sebagai profesi yang diinginkan oleh mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki kualitas dan kredibilitas yang baik bisa terekrut menjadi anggota TNI melalui program perwira karir TNI yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan kinerja prajurit TNI dalam bertugas. (oleh : I Gede Adi Indrawan)